Kisah Cinta Seorang Dinda
di poskan oleh: Fauzan
Suami saya adalah seorang
jurnalis, saya mencintai sifatnya yang spontan dan saya menyukai
perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika bersandar di bahunya.
Tiga tahun dalam masa perkenalan dan dua tahun dalam masa pernikahan,
saya harus akui, bahwa saya mulai merasa letih, lelah, alasan-alasan
saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimental dan benar-benar sensitif serta
berperasaan halus. Saya merindui saat-saat romantis seperti seorang anak
kecil yang sentiasa mengharapkan belaian ayah dan ibunya. Tetapi, semua
itu tidak pernah saya peroleh. Suami saya jauh berbeda dari yang saya
harapkan.
Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam
menciptakan suasana yang romantis dalam perkawinan kami telah mematahkan
semua harapan saya terhadap cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan penceraian.
“Mengapa?” Dia bertanya dengan nada terkejut.
“Dinda letih, Abang tidak pernah mencoba memberikan cinta yang dinda
inginkan.” Dia diam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang lelaki yang tidak dapat
mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya.
“Apa yang bisa Abang lakukan untuk mengubah fikiran dinda?” Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan perlahan.
“Dinda ada 1 pertanyaan, kalau Abang menemukan jawabannya di dalam hati
dinda maka dinda akan mengubah fikiran dinda; Seandainya, Dinda
menyukai sekuntum bunga cantik yang ada di tebing gunung dan kita berdua
tahu jika Abang memanjat gunung-gunung itu, Abang akan mati. Apakah
yang Abang akan lakukan untuk Dinda?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Abang akan memberikan jawapannya esok.”
Hati saya terus gundah mendengar responnya itu.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar
kertas di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan,
“Sayangku, Abang tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi izinkan
Abang untuk menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama itu menghancurkan hati saya. Namun, saya masih terus ingin membacanya.
“dinda boleh mengetik di komputer dan selalu mengusik program di
dalamnya dan akhirnya menangis di depan monitor, Abang harus memberikan
jari-jari Abang untuk membantu dinda memperbaiki program tersebut.”
“dinda selalu lupa membawa kunci rumah ketika dinda keluar, dan Abang
harus memberikan kaki Abang untuk menendang pintu, dan membuka pintu
saat dinda pulang.”
“dinda suka jalan-jalan di shopping center
tetapi selalu tersesat bahkan ada saatnya tersesat di tempat-tempat baru
yang dinda kunjungi, Abang harus mencari dinda dari satu tempat ke
tempat yang lain untuk membawa dinda kembali ke rumah.”
“dinda
selalu pegal pegal sewaktu ‘teman baik’ dinda datang setiap bulan, dan
Abang harus memberikan tangan Abang untuk memijit dan mengurut kaki
dinda yang pegal itu.”
“dinda lebih suka duduk di rumah, dan
Abang selalu risau kalau kalau dinda menjadi bosan. Dan Abang harus
membelikan sesuatu yang dapat menghiburkan hati dinda di rumah atau
meminjamkan lidah Abang untuk menceritakan hal-hal lucu yang Abang
alami.”
“dinda selalu menatap komputer, membaca buku dan itu
tidak baik untuk kesehatan mata dinda, Abang harus menjaga mata Abang
agar ketika kita tua nanti, abang dapat menolong mengguntingkan kuku
dinda dan memandikan dinda.”
“Tangan Abang akan memegang tangan
dinda, membimbing menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir
yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah
seperti cantiknya wajah dinda.”
“Tetapi sayangku, Abang tidak
akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, Abang tidak sanggup melihat
airmatamu mengalir menangisi kematian Abang.”
“Sayangku, Abang tahu, ada banyak orang yang mencintaimu lebih daripada cinta Abang kepada dinda.”
“Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan oleh tangan, kaki,
mata Abang tidak cukup bagi dinda. Abang tidak akan menahan dinda
mencari tangan, kaki dan mata lain yang dapat membahagiakan dinda.”
Airmata saya jatuh ke atas tulisannya hingga membuat tintanya menjadi
kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya lagi.
“Dan sekarang, dinda telah selesai membaca jawaban Abang. Jika dinda
puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan Abang tinggal di
rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, Abang sekarang sedang
berdiri di luar sana menunggu jawaban dinda.”
“Tetapi, jika
dinda tidak puas, sayangku, biarkan Abang masuk untuk mengemaskan
barang-barang Abang, dan Abang tidak akan menyulitkan hidup dinda.
Percayalah, kebahagiaan Abang adalah bila dinda bahagia.”
Saya
tertegun. Segera saya memandang pintu yang sedang tertutup rapat. Lalu
saya segera berlari membukakan pintu dan melihatnya berdiri di depan
pintu dengan wajah gusar sambil tangannya memegang susu dan roti
kesukaan saya.
Oh! Kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah
mencintai saya lebih dari dia mencintai saya. Itulah cinta, di saat kita
merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena
kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam ‘wujud’ yang kita
inginkan, maka cinta itu telah hadir dalam ‘wujud’ yang tidak pernah
kita bayangkan sebelumnya
Read More..
BUILD DAN GAMEPLAY THANE SEASON 3 - ARENA OF VALOR
6 tahun yang lalu
1 komentar:
kereeeennn...
:D
Posting Komentar